Poligami adalah salah satu di antara syariat
Islam. Poligami juga adalah syariat yang banyak juga ditentang di antara
kaum muslimin. Yang katanya merugikan wanita, menurut mereka yang
memegang kaedah emansipasi perempuan.
Namun poligami sendiri bukanlah seperti yang mereka pikirkan. Para
ulama menilai hukum poligami dengan hukum yang berbeda-beda. Salah
satunya adalah Syaikh Mustafa Al-Adawiy. Beliau menyebutkan bahwa hukum
poligami adalah sunnah. Dalam kitabnya ahkamun nikah waz zafaf, beliau mempersyaratkan 4 hal:
1. Seorang yang mampu berbuat adil
Seorang pelaku poligami, harus memiliki sikap adil di antara para
istrinya. Tidak boleh ia condong kepada salah satu istrinya. Hal ini
akan mengakibatkan kezhaliman kepada istri-istrinya yang lain. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Siapa saja
orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah
satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian
tubuhnya miring.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa-i, At-Tirmidzi)
Selain adil, ia juga harus seorang yang tegas. Karena boleh jadi
salah satu istrinya merayunya agar ia tetap bermalam di rumahnya,
padahal malam itu adalah jatah bermalam di tempat istri yang lain. Maka
ia harus tegas menolak rayuan salah satu istrinya untuk tetap bermalam
di rumahnya.
Jadi, jika ia tak mampu melakukan hal itu, maka cukup satu istri saja. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “…kemudian jika kamu khawatir tidak mampu berbuat adil, maka nikahilah satu orang saja…” (QS. An-Nisa: 3)
2. Aman dari lalai beribadah kepada Allah
2. Aman dari lalai beribadah kepada Allah
Seorang yang melakukan poligami, harusnya ia bertambah ketakwaannya
kepada Allah, dan rajin dalam beribadah. Namun ketika setelah ia
melaksanakan syariat tersebut, tapi malah lalai beribadah, maka poligami
menjadi fitnah baginya. Dan ia bukanlah orang yang pantas dalam
melakukan poligami.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang
menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS. At-Taghabun: 14)
3. Mampu menjaga para istrinya
3. Mampu menjaga para istrinya
Sudah menjadi kewajiban bagi suami untuk menjaga istrinya. Sehingga
istrinya terjaga agama dan kehormatannya. Ketika seseorang berpoligami,
otomatis perempuan yang ia jaga tidak hanya satu, namun lebih dari satu.
Ia harus dapat menjaga para istrinya agar tidak terjerumus dalam
keburukan dan kerusakan.
Misalnya seorang yang memiliki tiga orang istri, namun ia hanya mampu
memenuhi kebutuhan biologis untuk dua orang istrinya saja. Sehingga ia
menelantarkan istrinya yang lain. Dan hal ini adalah sebuah kezhaliman
terhadap hak istri. Dampak yang paling parah terjadi, istrinya akan
mencari kepuasan kepada selain suaminya, alias berzina. Wal
iyyadzubillah!
Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang memiliki kemapuan untuk menikah, maka menikahlah…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4. Mampu memberi nafkah lahir
4. Mampu memberi nafkah lahir
Hal ini sangat jelas, karena seorang yang berpoligami, wajib
mencukupi kebutuhan nafkah lahir para istrinya. Bagaimana ia ingin
berpoligami, sementara nafkah untuk satu orang istri saja belum cukup?
Orang semacam ini sangat berhak untuk dilarang berpoligami.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang
tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah
memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya…” (QS. An-Nur: 33)
Demikian tulisan singkat tentang poligami. Poligami adalah syariat
mulia yang bisa bernilai ibadah. Namun untuk melaksanakan syariat
tersebut membutuhkan ilmu, dan terpenuhi syarat-syaratnya. Jika anda
merasa tidak mampu memenuhi 4 syarat di atas, maka jangan coba-coba
untuk berpoligami.
—
Penulis: Wiwit Hardi Priyanto
Artikel Muslim.Or.Id
Komentar
Posting Komentar