Berbakti kepada orang tua khususnya ibu memang lebih dianjurkan oleh
agama Islam. Karena memang ibu sangat besar jasanya bagi anak-anaknya
melebihi bapak. Oleh karena itu berbakti kepada Ibu didahulukan daripada
berbakti kepada Bapak. Sebagaimana dalam hadits berikut,
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘kemudian siapa
lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu’. Orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi’, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).
Akan tetapi haruskah hari Ibu diperingati setiap setahun sekali? Perlukah memperingati hari ibu? Bagaimana hukum Islam mengenai hal ini?
Mereka menjawab:
“Tidak boleh mengadakan peringatan yang dinamakan dengan peringatan hari ibu, dan tidak boleh juga memperingati perayaan peringatan tahunan yang dibuat-buat (tidak ada tuntunannya dalam al-Qur’an dan As-sunnah, karena perayaan (ied) tahunan yang diperbolehkan dalam Islam hanya Idul Fitri dan Idul Adha, pent).
Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wassalam bersabda,
Perayaan hari ibu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, para sahabat radhiallahu anhum dan para imam salafus shalih. Perayaan ini adalah sesuatu yang diada-adakan dan menyerupai orang kafir (tasyabbuh) (Fatawa Komite Tetap Kajian Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi, jilid 3 hal.85, http://goo.gl/sU2cG2).
Demikian semoga bermanfaat.
—
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.Or.Id
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ
بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ،
قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘kemudian siapa
lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu’. Orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi’, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).
Akan tetapi haruskah hari Ibu diperingati setiap setahun sekali? Perlukah memperingati hari ibu? Bagaimana hukum Islam mengenai hal ini?
Hari Ibu Setiap Hari
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “seorang ibu lebih berhak untuk senantiasa dihormati sepanjang tahun, daripada hanya satu hari saja, bahkan seorang ibu mempunyai hak terhadap anak-anaknya untuk dijaga dan dihormati serta ditaati selama bukan dalam kemaksiatan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, di setiap waktu dan tempat” (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il no. 535 2/302, Darul wathan, 1413 H, Asy Syamilah).Pandangan Islam Terhadap Perayaan Hari Ibu
Hari ibu biasanya dirayakan setiap tanggal 22 Desember, berikut fatwa Al-Lajnah Ad- Daimah (semacam MUI di Saudi) mengenai hal ini. Al Lajnah Ad Daimah ditanya, ”kapan tanggal yang tepat untuk memperingati hari ibu?”Mereka menjawab:
“Tidak boleh mengadakan peringatan yang dinamakan dengan peringatan hari ibu, dan tidak boleh juga memperingati perayaan peringatan tahunan yang dibuat-buat (tidak ada tuntunannya dalam al-Qur’an dan As-sunnah, karena perayaan (ied) tahunan yang diperbolehkan dalam Islam hanya Idul Fitri dan Idul Adha, pent).
Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wassalam bersabda,
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak pernah kami tuntunkan, maka amalan itu tertolak”Perayaan hari ibu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, para sahabat radhiallahu anhum dan para imam salafus shalih. Perayaan ini adalah sesuatu yang diada-adakan dan menyerupai orang kafir (tasyabbuh) (Fatawa Komite Tetap Kajian Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi, jilid 3 hal.85, http://goo.gl/sU2cG2).
Demikian semoga bermanfaat.
—
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.Or.Id
Komentar
Posting Komentar