Sejarah Pergeseran Kiblat
Pada awal Islam, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersama
ummat Islam mendirikan shalat menghadap ke Baitul Maqdis. Semasa beliau
masih di kota Makkah, bila mendirikan shalat, beliau berdiri di sisi
selatan Ka’bah, sehingga dapat menghadap ke Baitul Maqdis dan sekaligus
juga menghadap ke Ka’bah.
Namun setelah beliau hijrah ke kota Madinah, beliau tidak dapat
melakukan hal tersebut, mengingat kota Madinah berada di arah utara Kota
Makkah, dan Baitul Maqdis berada di arah utara kota Madinah. Letak
geografis kota Madinah ini menjadikan beliau harus membelakangi Ka’bah
bila sedang mendirikan shalat.
Perubahan ini, menjadikan beliau bersedih, karena sejatinya beliau
lebih suka bila kiblatnya menghadap ke Ka’bah yang merupakan kiblatnya
Nabi Ibrahim. Rasa sedih ini menjadikan beliau selama kurang lebih 16
bulan sering menengadahkan wajahnya ke langit dengan harapan Allah
memindahkan arah kiblat shalatnya ke Ka’bah.
Subhanallah setelah sekian lama, akhirnya Allah mengabulkan
juga harapan beliau sehingga kiblat shalat dipindahkan ke Ka’bah,
sebagaimana dikisahkan dalam ayat 144 surat Al Baqarah. Perubahan arah
kiblat ini menjadikan kaum yahudi dan juga lainnya bertanya-tanya
keheranan, apa gerangan yang menjadikan Nabi Muhammad berpindah arah
kiblat? Allah menjawab keheranan orang-orang Yahudi dengan berfirman:
قُل لِّلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Katakan wahai Muhammad, hanya milik Allah-lah arah timur dan
barat. allah menunjuki siapa saja yang Ia kehendaki menuju jalan yang
lurus” (QS. Al Baqarah: 142)
Bukan Sekedar Soal Arah, Ini Soal Iman
Pada ayat ini, dengan jelas Allah menegaskan bahwa urusan shalat
menghadap ke timur, barat atau lainnya sepenuhnya adalah wewenang Allah,
karena Dialah Pencipta alam semesta ini dengan segala arah yang
ada. Dengan demikian, menghadap kemana saja asalkan itu sesuai dengan
petunjuk Allah maka itu tidak menjadi soal alias benar. Namun apalah
artinya menghadap ke suatu arah, bila perbuatan tersebut (menghadap ke
arah tersebut) tidak dilandasi petunjuk dari Allah.
Pada ayat lain, dengan lebih tegas Allah menjelaskan bahwa sekedar
menghadap ke arah mana saja, timur, barat, utara, atau selatan tidaklah
ada nilainya. Menghadap ke suatu arah hanyalah bernilai ibadah bila anda
menghadap ke arah tersebut di landasi oleh nilai-nilai keimanan kepada
Allah. Anda menghadap ke arah tersebut karena anda mematuhi perintah
Allah semata. Sebagaimana menghadap ke suatu arah hanya akan bernilai
ibadah bila anda lakukan demi mengharap kebahagiaan hidup di akhirat.
Demikian Allah tegaskan pada ayat 177 surat al baqarah.
لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ
الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ
وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ
وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ
وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا
عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ
الْبَأْسِ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Kebajikan itu bukanlah sekedar menghadapkan wajah ke arah timur
dan barat. Namun kebajikan yang sejati adalah kebajikan yang dilakukan
oleh orang-orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, para malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabat, anak yatim, orang-orang yang dalam perjalanan / safar,
peminta-minta, dan memerdekakan budak. Sebagaimana mereka juga
mendirikan shalat , membayar zakat, dan selalu memenuhi janji bila
berjanji. Mereka juga bersabar ketika ditimpa kesusahan, derita, dan
ketika berperang. Mereka itulah orang-orang yang benar dan merekalah
orang-orang yang nyata-nyata bertaqwa” (QS Al Baqarah: 177).
Pergeseran Kiblat Dianggap Serius, Pergeseran Iman?
Umat islam, tua muda, pejabat, rakyat jelata, ulama dan juga lainnya
begitu respek alias perhatian besar besaran dengan masalah arah kiblat
yang katanya terjadi pergeseran. Sikap ini benar adanya, karena
berkaitan dengan salah satu syarat sahnya shalat. Namun manakah
perhatian umat Islam terhadap nilai-nilai keimanan ummat yang banyak
mengalami pergeseran bahkan banyak yang telah berputar haluan?
—
Penulis: Ustadz DR. Muhammad Abduh Tuasikal, Lc., MA.
Artikel Muslim.Or.Id
Komentar
Posting Komentar