Menjadi suami dan bapak ideal dalam rumah tangga? Tentu ini dambaan setiap lelaki, khususnya yang beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir. Dan tentu saja ini tidak mudah kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala.
Sosok kepala rumah tangga ideal yang sejati, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda:
«ุฎَْูุฑُُูู
ْ ุฎَْูุฑُُูู
ْ ูุฃَِِْููู َูุฃََูุง ุฎَْูุฑُُูู
ْ ูุฃَِْููู»
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik (dalam bergaul)
 dengan keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik (dalam 
bergaul) dengan keluargaku”
Karena kalau bukan kepada anggota keluarganya seseorang berbuat baik,
 maka kepada siapa lagi dia akan berbuat baik? Bukankah mereka yang 
paling berhak mendapatkan kebaikan dan kasih sayang dari suami dan bapak
 mereka karena kelemahan dan ketergantungan mereka kepadanya?
 Kalau bukan kepada orang-orang yang terdekat dan dicintainya seorang 
kepala rumah tangga bersabar menghadapi perlakuan buruk, maka kepada 
siapa lagi dia bersabar?.
Imam al-Munawi berkata: “Dalam hadits ini terdapat argumentasi yang 
menunjukkan (wajibnya) bergaul dengan baik terhadap istri dan anak-anak,
 terlebih lagi anak-anak perempuan, (dengan) bersabar menghadapi 
perlakuan buruk, akhlak kurang sopan dan kelemahan akal mereka, serta 
(berusaha selalu) menyayangi mereka”
Potret Kepala Keluarga Ideal Dalam Al-Qur-an
Allah Ta’ala menggambarkan sosok dan sifat kepala keluarga ideal dalam beberapa ayat al-Qur-an, di antaranya dalam firman-Nya:
{ุงูุฑِّุฌَุงُู ََّููุงู
َُูู ุนََูู ุงِّููุณَุงุกِ ุจِู
َุง َูุถََّู ุงَُّููู ุจَุนْุถَُูู
ْ ุนََูู ุจَุนْุถٍ َูุจِู
َุง ุฃََُْููููุง ู
ِْู ุฃَู
َْูุงِِููู
ْ}
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh 
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas 
sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah 
menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS an-Nisaa’: 34).
Inilah sosok suami ideal,
 dialah lelaki yang mampu menjadi pemimpin dalam arti yang sebenarnya 
bagi istri dan anak-anaknya. Memimpin mereka artinya mengatur urusan 
mereka, memberikan nafkah untuk kebutuhan hidup mereka, mendidik dan 
membimbing mereka dalam kebaikan, dengan memerintahkan mereka menunaikan
 kewajiban-kewajiban dalam agama dan melarang mereka dari hal-hal yang 
diharamkan dalam Islam, serta meluruskan penyimpangan yang ada pada diri
 mereka
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:
{َูุงุฐُْูุฑْ ِูู ุงِْููุชَุงุจِ
 ุฅِุณْู
َุงุนَِูู ุฅَُِّูู َูุงَู ุตَุงุฏَِู ุงَْููุนْุฏِ ََููุงَู ุฑَุณُููุง َูุจًِّูุง. 
ََููุงَู َูุฃْู
ُุฑُ ุฃََُْููู ุจِุงูุตَّูุงุฉِ َูุงูุฒََّูุงุฉِ ََููุงَู ุนِْูุฏَ 
ุฑَุจِِّู ู
َุฑْุถًِّูุง}
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang
 tersebut) di dalam al-Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang 
benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan dia (selalu) 
memerintahkan kepada keluarganya untuk (menunaikan) shalat dan 
(membayar) zakat, dan dia adalah seorang yang di ridhoi di sisi Allah” (QS Maryam: 54-55).
Inilah potret hamba yang mulia dan kepala rumah tangga ideal, Nabi Ismail ‘alaihissalam, sempurna imannya kepada Allah, shaleh dan kuat dalam menunaikan ketaatan kepada-Nya, sehingga beliau ‘alaihissalam meraih keridhaan-Nya. Tidak cukup sampai di situ, beliau ‘alaihissalam juga
 selalu membimbing dan memotivasi anggota keluarganya untuk taat kepada 
Allah, karena mereka yang paling pertama berhak mendapatkan bimbingannya
Demukian pula dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:
{َูุงَّูุฐَِูู ََُُูููููู 
ุฑَุจََّูุง َูุจْ ََููุง ู
ِْู ุฃَุฒَْูุงุฌَِูุง َูุฐُุฑَِّّูุงุชَِูุง ُูุฑَّุฉَ ุฃَุนٍُْูู 
َูุงุฌْุนََْููุง ِْููู
ُุชََِّููู ุฅِู
َุงู
ًุง}
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah 
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati 
(kami), dan jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang 
bertakwa” (QS al-Furqaan: 74).
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang 
beriman karena mereka selalu mendokan dan mengusahakan kebaikan dalam 
agama bagi anak-anak dan istri-istri mereka. Inilah makna “qurratul ‘ain” (penyejuk hati) bagi orang-orang yang beriman di dunia dan akhirat
Imam Hasan al-Bashri ketika ditanya tentang makna ayat 
di atas, beliau berkata: “Allah akan memperlihatkan kepada hambanya yang
 beriman pada diri istri, saudara dan orang-orang yang dicintainya 
ketaatan (mereka) kepada Allah. Demi Allah, tidak ada sesuatupun yang 
lebih menyejukkan pandangan mata (hati) seorang muslim dari pada ketika 
dia melihat anak, cucu, saudara dan orang-orang yang dicintainya taat 
kepada Allah Ta’ala” 
Beberapa Sifat Kepala Rumah Tangga Ideal
1. Shalih Dan Taat Beribadah
Beberapa Sifat Kepala Rumah Tangga Ideal
1. Shalih Dan Taat Beribadah
Keshalehan dan ketakwaan seorang hamba adalah ukuran kemuliaannya di sisi Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya:
{ุฅَِّู ุฃَْูุฑَู
َُูู
ْ ุนِْูุฏَ ุงَِّููู ุฃَุชَْูุงُูู
ْ}
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu” (QS al-Hujuraat: 13).
Seorang kepala rumah tangga yang selalu taat kepada Allah Ta’ala akan
 dimudahkan segala urusannya, baik yang berhubungan dengan dirinya 
sendiri maupun yang berhubungan dengan anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:
{َูู
َْู َูุชَِّู ุงََّููู َูุฌْุนَْู َُูู ู
َุฎْุฑَุฌุงً. ََููุฑْุฒُُْูู ู
ِْู ุญَْูุซُ ูุง َูุญْุชَุณِุจُ}
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan 
memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang dihadapinya), 
dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (QS. ath-Thalaaq:2-3).
Dalam ayat berikutnya Allah berfirman:
{َูู
َْู َูุชَِّู ุงََّููู َูุฌْุนَْู َُูู ู
ِْู ุฃَู
ْุฑِِู ُูุณْุฑุงً}
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4).
Artinya: Allah Ta’ala akan meringankan dan 
memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya jalan keluar dan 
solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya)
Bahkan dengan ketakwaan seorang kepala rumah tangga, dengan menjaga batasan-batasan syariat-Nya, Allah Ta’ala akan memudahkan penjagaan dan taufik-Nya untuk dirinya dan keluarganya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
“Jagalah 
(batasan-batasan/syariat) Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah 
(batasan-batasan/syariat) Allah maka kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu”
Makna “menjaga (batasan-batasan/syariat) Allah”
 adalah menunaikan hak-hak-Nya dengan selalu beribadah kepada-Nya, serta
 menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan makna “kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu”: Dia akan selalu bersamamu dengan selalu memberi pertolongan dan taufik-Nya kepadamu.
Penjagaan Allah Ta’ala dalam hadits ini juga mencakup penjagaan terhadap anggota keluarga hamba yang bertakwa tersebut. 
2. Bertanggung Jawab Memberi Nafkah Untuk Keluarga
2. Bertanggung Jawab Memberi Nafkah Untuk Keluarga
Menafkahi keluarga dengan benar adalah salah satu kewajiban utama 
seorang kepala keluarga dan dengan inilah di antaranya dia disebut 
pemimpin bagi anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:
{ุงูุฑِّุฌَุงُู ََّููุงู
َُูู ุนََูู ุงِّููุณَุงุกِ ุจِู
َุง َูุถََّู ุงَُّููู ุจَุนْุถَُูู
ْ ุนََูู ุจَุนْุถٍ َูุจِู
َุง ุฃََُْููููุง ู
ِْู ุฃَู
َْูุงِِููู
ْ}
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh 
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas 
sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah 
menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS an-Nisaa’: 34).
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:
{َูุนََูู ุงْูู
َُْูููุฏِ َُูู ุฑِุฒَُُّْููู َِููุณَْูุชَُُّูู ุจِุงْูู
َุนْุฑُِูู}
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf” (QS al-Baqarah: 233).
Dalam hadits yang shahih, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya tentang hak seorang istri atas suaminya, beliau  bersabda: “Hendaknya
 dia memberi (nafkah untuk) makanan bagi istrinya sebagaimana yang 
dimakannya, memberi (nafkah untuk) pakaian baginya sebagaimana yang 
dipakainya, tidak memukul wajahnya, tidak mendokan keburukan baginya 
(mencelanya), dan tidak memboikotnya kecuali di dalam rumah (saja)”
Tentu saja maksud pemberian nafkah di sini adalah yang mencukupi dan 
sesuai dengan kebutuhan, tidak berlebihan dan tidak kurang. Karena 
termasuk sifat hamba-hamba Allah Ta’ala yang bertakwa adalah mereka selalu mengatur pengeluaran harta mereka agar tidak terlalu boros adan tidak juga kikir. Allah Ta’ala berfirman:
{َูุงَّูุฐَِูู ุฅِุฐَุง ุฃََُْููููุง َูู
ْ ُูุณْุฑُِููุง ََููู
ْ َْููุชُุฑُูุง ََููุงَู ุจََْูู ุฐََِูู ََููุงู
ًุง}
“Dan (hamba-hamba Allah yang beriman adalah) orang-orang yang 
apabila mereka membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan
 tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan mereka) di tengah-tengah 
antara yang demikian” (QS al-Furqaan:67).
Artinya: mereka tidak mubazir (berlebihan) dalam membelanjakan
 harta sehingga melebihi kebutuhan, dan (bersamaan dengan itu) mereka 
juga tidak kikir terhadap keluarga mereka sehingga kurang dalam 
(menunaikan) hak-hak mereka dan tidak mencukupi (keperluan) mereka, 
tetapi mereka (bersikap) adil (seimbang) dan moderat (dalam 
pengeluaran), dan sebaik-baik perkara adalah yang moderat (pertengahan)
Ini semua mereka lakukan bukan karena cinta yang berlebihan kepada 
harta, tapi kerena mereka takut akan pertanggungjawaban harta tersebut 
di hadapan Allah Ta’ala di hari kiamat kelak. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Tidak
 akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai 
dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana 
dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya” 
3. Memperhatikan Pendidikan Agama Bagi Keluarga
3. Memperhatikan Pendidikan Agama Bagi Keluarga
Ini adalah kewajiban utama seorang kepala rumah tangga terhadap anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:
{َูุง ุฃََُّููุง ุงَّูุฐَِูู ุขู
َُููุง ُููุง ุฃَُْููุณَُูู
ْ َูุฃَُِْููููู
ْ َูุงุฑุงً َُูููุฏَُูุง ุงَّููุงุณُ َูุงْูุญِุฌَุงุฑَุฉُ}
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS at-Tahriim:6).
Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata: “(Maknanya): Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu sendiri dan keluargamu”.
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata: “Memelihara diri (dari api 
neraka) adalah dengan mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan 
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta bertobat dari semua 
perbuatan yang menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun memelihara istri
 dan anak-anak (dari api neraka) adalah dengan mendidik dan mengajarkan 
kepada mereka (syariat Islam), serta memaksa mereka untuk (melaksanakan)
 perintah Allah. Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari siksaan 
neraka) kecuali jika dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah 
(dalam ayat ini) pada dirinya sendiri dan pada orang-orang yang dibawa 
kekuasaan dan tanggung jawabnya”.
Dalam sebuah hadits shahih, ketika shahabat yang mulia, Malik bin al-Huwairits radhiallahu’anhu dan kaumnya mengunjungi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam selama dua puluh hari untuk mempelajari al-Qur-an dan sunnah beliau, kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada mereka: “Pulanglah kepada keluargamu, tinggallah bersama mereka dan ajarkanlah (petunjuk Allah Ta’ala) kepada mereka”. 
4. Pembimbing Dan Motivator
4. Pembimbing Dan Motivator
Seorang kepala keluarga adalah pemimpin dalam rumah tangganya, ini 
berarti dialah yang bertanggung jawab atas semua kebaikan dan keburukan 
dalam rumah tangganya dan dialah yang punya kekuasaan, dengan izin Allah
 Ta’ala, untuk membimbing dan memotivasi anggota keluarganya dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Ketahuilah,
 kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai 
pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya…seorang suami adalah 
pemimpin (keluarganya) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang 
mereka”.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mencontohkan sebaik-baik teladan sebagai pembimbing dan motivator. Dalam banyak hadits yang shahih, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam selalu memberikan bimbingan yang baik kepada orang-orang yang berbuat salah, sampaipun kepada anak yang masih kecil.
Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melihat seorang anak kecil yang berlaku kurang sopan ketika makan, maka beliau Shallallahu’alaihi Wasallam menegur dan membimbing anak tersebut, beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Wahai
 anak kecil, sebutlah nama Allah (ketika hendak makan), makanlah dengan 
tangan kananmu dan makanlah (makanan) yang ada di depanmu”.
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melarang cucu beliau, Hasan bin ‘Ali radhiallahu’anhu memakan kurma sedekah, padahal waktu itu Hasan masih kecil, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Hekh hekh” agar Hasan membuang kurma tersebut, kemudian beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa kita (Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan keturunannya) tidak boleh memakan sedekah?”.
Imam Ibnu Hajar menyebutkan di antara kandungan hadits ini adalah 
bolehnya membawa anak kecil ke mesjid dan mendidik mereka dengan adab 
yang bermanfaat (bagi mereka), serta melarang mereka melakukan sesuatu 
yang membahayakan mereka sendiri, (yaitu dengan) melakukan hal-hal yang 
diharamkan (dalam agama), meskipun anak kecil belum dibebani kewajiban 
syariat, agar mereka terlatih melakukan kebaikan tersebut.
Memotivasi anggota keluarga dalam kebaikan juga dilakukan dengan 
mencontohkan dan mengajak anggota keluarga mengerjakan amal-amal 
kebaikan yang disyariatkan dalam Islam.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Semoga 
Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun di malam hari lalu dia 
melaksanakan shalat (malam), kemudian dia membangunkan istrinya, kalau 
istrinya enggan maka dia akan memercikkan air pada wajahnya…”
Teladan baik yang dicontohkan seorang kepala keluarga kepada anggota keluarganya merupakan sebab, setelah taufik dari Allah Ta’ala
 untuk memudahkan mereka menerima nasehat dan bimbingannya. Sebaliknya, 
contoh buruk yang ditampilkannya merupakan sebab besar jatuhnya 
wibawanya di mata mereka.
Imam Ibnul Jauzi membawakan sebuah ucapan seorang ulama salaf yang terkenal, Ibrahim al-Harbi..
 Dari Muqatil bin Muhammad al-’Ataki, beliau berkata: Aku pernah hadir 
bersama ayah dan saudaraku menemui Abu Ishak Ibrahim al-Harbi, maka 
beliau bertanya kepada ayahku: “Mereka ini anak-anakmu?”. Ayahku 
menjawab: “Iya”. (Maka) beliau berkata (kepada ayahku): “Hati-hatilah! 
Jangan sampai mereka melihatmu melanggar larangan Allah, sehingga 
(wibawamu) jatuh di mata mereka”. 
5. Bersikap Baik Dan Sabar Dalam Menghadapi Perlakuan Buruk Anggota Keluarganya
5. Bersikap Baik Dan Sabar Dalam Menghadapi Perlakuan Buruk Anggota Keluarganya
Seorang pemimpin keluarga yang bijak tentu mampu memaklumi kekurangan
 dan kelemahan yang ada pada anggota keluarganya, kemudian bersabar 
dalam menghadapi dan meluruskannya.
Ini termasuk pergaulan baik terhadap keluarga yang diperintahkan dalam firman Allah Ta’ala:
{َูุนَุงุดِุฑَُُّููู 
ุจِุงْูู
َุนْุฑُِูู َูุฅِْู َูุฑِْูุชُู
َُُّููู َูุนَุณَู ุฃَْู ุชَْูุฑَُููุง ุดَْูุฆًุง 
ََููุฌْุนََู ุงَُّููู ِِููู ุฎَْูุฑًุง َูุซِูุฑًุง}
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu 
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak 
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS an-Nisaa’: 19).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Berwasiatlah
 untuk berbuat baik kepada kaum wanita, karena sesungguhnya wanita 
diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok), dan bagian yang paling 
bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atas, maka jika kamu 
meluruskannya (berarti) kamu mematahkannya, dan kalau kamu membiarkannya
 maka dia akan terus bemgkok, maka berwasiatlah (untuk berbuat baik) 
kepada kaum wanita”.
Seorang istri bagaimanapun baik sifat asalnya, tetap 
saja dia adalah seorang perempuan yang lemah dan asalnya susah untuk 
diluruskan, karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, ditambah 
lagi dengan kekurangan pada akalnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“ุฅู ุงูู
ุฑุฃุฉ ุฎููุช ู
ู ุถูุน ูู ุชุณุชููู
 ูู ุนูู ุทุฑููุฉ”
“Sesungguhnya perempuan diciptakan dari tulang rusuk
 (yang bengkok), (sehingga) dia tidak bisa terus-menerus (dalam keadaan)
 lurus jalan (hidup)nya”.
Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyifati perempuan sebagai:
“…ูุงูุตุงุช ุนูู ูุฏูู”
“…Orang-orang yang kurang (lemah) akal dan agamanya”
Maka seorang istri yang demikian keadaannya tentu sangat membutuhkan 
bimbingan dan pengarahan dari seorang laki-laki yang memiliki akal, 
kekuatan, kesabaran, dan keteguhan pendirian yang melebihi perempuan. Oleh karena itulah, Allah Ta’ala menjadikan kaum laki-laki sebagai pemimpin dan penegak urusan kaum perempuan.
Seorang laki-laki yang beriman tentu akan selalu menggunakan 
pertimbangan akal sehatnya ketika menghadapi perlakuan kurang baik dari 
orang lain, untuk kemudian dia berusaha menasehati dan meluruskannya 
dengan cara yang baik dan bijak, terlebih lagi jika orang tersebut 
adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu istri dan anak-anaknya. 
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Janganlah 
seorang lelaki beriman membenci seorang wanita beriman, kalau dia tidak 
menyukai satu akhlaknya, maka dia akan meridhai/menyukai akhlaknya yang 
lain” 
6. Selalu Mendoakan Kebaikan Bagi Anak Dan Istrinya
6. Selalu Mendoakan Kebaikan Bagi Anak Dan Istrinya
Termasuk sifat hamba-hamba Allah Ta’ala yang beriman adalah selalu mendoakan kebaikan bagi dirinya dan anggota keluarganya. Allah Ta’ala berfirman:
{َูุงَّูุฐَِูู ََُُูููููู 
ุฑَุจََّูุง َูุจْ ََููุง ู
ِْู ุฃَุฒَْูุงุฌَِูุง َูุฐُุฑَِّّูุงุชَِูุง ُูุฑَّุฉَ ุฃَุนٍُْูู 
َูุงุฌْุนََْููุง ِْููู
ُุชََِّููู ุฅِู
َุงู
ًุง}
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugerahkanlah 
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati 
(kami), dan jadikanlah kami imam (panutan) bagi orang-orang yang 
bertakwa” (QS al-Furqaan: 74).
Dalam hadits yang shahih, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjelaskan tentang kewajiban seorang suami terhadap istrinya, diantaranya: “…Dan tidak mendokan keburukan baginya”
Maka kepala keluarga yang ideal tentu akan selalu mengusahakan dan 
mendoakan kebaikan bagi anggota keluarganya, istri dan anak-anaknya, 
bahkan inilah yang menjadi sebab terhiburnya hatinya, yaitu ketika 
menyaksikan orang-orang yang dicintainya selalu menunaikan ketaatan 
kepada Allah Ta’ala. 
Penutup
Penutup
Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi motivasi bagi 
orang-orang yang beriman, khusunya para kepala keluarga, untuk menghiasi
 dirinya dengan akhlak yang terpuji ini, untuk menjadikan mereka meraih 
kemuliaan dan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat bersama anggota 
keluarga mereka, dengan taufik dari Allah Ta’ala.
ูุตูู ุงููู ูุณูู
 ูุจุงุฑู ุนูู ูุจููุง ู
ุญู
ุฏ ูุขูู ูุตุญุจู ุฃุฌู
ุนูู، ูุขุฎุฑ ุฏุนูุงูุง ุฃู ุงูุญู
ุฏ ููู ุฑุจ ุงูุนุงูู
ูู

Komentar
Posting Komentar