Ziarah kubur adalah satu amal ibadah yang dianjurkan untuk kita amalkan. Bahkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam
begitu menekankan agar kita menziarahi kuburan. Ziarah kubur menjadikan
kita memiliki keseimbangan antara semangat membangun kehidupan dunia
dengan tuntutan iman kepada hari akhir.
Setelah berlari kencang mengejar kehidupan dunia, maka semua itu
sekejap menjadi sirna karena anda teringat akan kematian. Dengan
demikian, anda terlindungi dari badai dan kemilau kehidupan dunia yang
begitu menggiurkan, dan terwujudkan keseimbangan antara dunia dan
akhirat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
زوروا القبور فإنها تذكركم الموت
“Berziarahlah kalian ke kuburan, karena ziarah kubur mengingatkan kalian akan kematian” (HR. An Nasai dan lainnya)
Inilah tujuan utama dari berizrah kubur, agar anda ingat bahwa
suatu saat nanti, cepat atau lambat anda pasti menjadi salah satu
penghuninya. Karena itu ketika menziarahi kuburan anda diajarkan untuk
mengucapkan :
السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون
“Salam sejahtera teruntuk kalian wahai penghuni negri, yaitu
orang orang yang beriman, dan sejatinya kami dengan izin Allah pasti
segera menyusul kalian” (HR Muslim).
Namun demikian, saat ini disayangkan betapa banyak dari ummat Islam
yang berziarah bukan semakin ingat akan kematian, akan tetapi semakin
hanyut dalam ambisi kehidupan dunia.
Betapa tidak, dari mereka ada yang berzirah kubur karena
mengharapkan agar usahanya sukses. Ada pula yang berharap agar lulus
ujian, atau diterima sebagai PNS, atau hartanya melimpah, tanamannya
selamat dari serangan hama atau tujuan serupa lainnya. Akibatnya setiba
mereka di kuburan bukannya meneteskan air mata karena teringat mati,
namun mereka meneteskan air mata karena kawatir usahanya gagal,
lamarannya ditolak, tanamannya diserang hama atau nilai ujiannya buruk.
Mereka keluar dari kuburan bukan semakin ingat akan kematian, namun sebaliknya semakin berambisi mengejar dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Sobat, semoga anda tidak termasuk orang orang yang semacam itu. Amiin.
—
Penulis: Ustadz DR. Muhammad Arifin Baderi, Lc., MA.
Komentar
Posting Komentar