Ditengah hingar bingar perayaan
hari Valentine yang digandrungi banyak anak muda sekarang, terselip di
dalamnya ajakan untuk berpacaran. Dari sini, sebagian pemuda-pemudi kaum
muslimin terbetik dalam hatinya keinginan untuk berpacaran namun dengan
model yang berbeda dengan ‘pacaran konvensional’ yang mereka istilahkan
sebagai “pacaran islami”. Sebenarnya, bolehkah ber-”pacaran islami” itu?
Makna Pacaran Islami
Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah dalam salah satu
ceramahnya pernah mengatakan bahwa, “sesuatu yang dinisbatkan kepada
Islam artinya ia dia diajarkan oleh Islam atau memiliki landasan dari
Islam”. Oleh karena itu, istilah ‘pacaran islami’ sendiri sejatinya
tidak benar karena Islam tidak pernah mengajarkan
pacaran dan tidak ada
landasan pacaran Islami dalam syariat. Bahkan sebaliknya, ajaran Islam
melarang kegiatan-kegiatan yang ada dalam pacaran, atau singkatnya,
Islam melarang pacaran.
Pacar sendiri secara bahasa artinya,
"pa·car n teman lawan jenis yg tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih; ber·pa·car·an v bercintaan; berkasih-kasihan; (Sumber: KBBI)"
Sehingga kita definisikan pacaran Islami adalah kegiatan bercintaan atau berkasih-kasihan yang sedemikian
rupa dipoles sehingga terkesan sesuai dengan ajaran Islam. Dalam
prakteknya, batasan pacaran Islami pun berbeda-beda menurut pelakunya.
Diantara mereka ada yang beranggapan pacaran Islami itu adalah aktifitas
pacaran selama tidak sampai zina, ada juga yang beranggapan ia adalah
aktifitas pacaran selama tidak bersentuhan, atau pacaran selama tidak
dua-duaan, dan yang lainnya. Insya Allah, akan kita bahas beberapa model “pacaran islami” yang banyak beredar.
Hal-Hal Yang Dilarang Dalam Pacaran
‘Pacaran’ bukanlah istilah yang ada dalam khazanah Islam. Maka memang tidak ditemukan dalil yang bunyinya “janganlah kalian pacaran” atau “pacaran itu haram”
atau semisalnya. Dan dalam kitab para ulama terdahulu pun tidak ada bab
mengenai pacaran. Lalu mengapa kita bisa katakan Islam melarang
pacaran? Karena jika kita melihat realita, tidak bisa dipungkiri bahwa
dalam pacaran terdapat kegiatan-kegiatan atau hal-hal yang dilarang
dalam Islam, yaitu:
1. Zina atau mendekatinya
Zina sudah jelas terlarang dalam Islam, Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra’: 32)
As Sa’di menyatakan: “larangan mendekati zina lebih keras dari pada
sekedar larangan berbuat zina, karena larangan mendekati zina juga
mencakup seluruh hal yang menjadi pembuka peluang dan pemicu terjadinya
zina” (Tafsir As Sa’di, 457). Maka ayat ini mencakup jima’ (hubungan seks), dan juga semua kegiatan percumbuan, bermesraan dan kegiatan seksual selain hubungan intim (jima’) yang dilakukan pasangan yang tidak halal.
Dan zina itu merupakan dosa besar, pezina yang muhshan dijatuhi hukuman rajam hingga mati. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا يحل دم امرئ مسلم ، يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول
الله ، إلا بإحدى ثلاث : النفس بالنفس ، والثيب الزاني ، والمفارق لدينه
التارك للجماعة
“Seorang muslim yang bersyahadat tidak halal dibunuh, kecuali tiga
jenis orang: ‘Pembunuh, orang yang sudah menikah lalu berzina, dan
orang yang keluar dari Islam‘” (HR. Bukhari no. 6378, Muslim no. 1676).
Memang tidak semua yang berpacaran itu pasti berzina, namun tidak
berlebihan jika kita katakan bahwa pacaran itu termasuk mendekati zina,
karena dua orang sedang yang berkencan atau berpacaran untuk menuju ke
zina hanya tinggal selangkah saja.
Dan perlu diketahui juga bahwa ada zina secara maknawi, yang
pelakunya memang tidak dijatuhkan hukuman rajam atau cambuk namun tetap
diancam dosa karena merupakan pengantar menuju zina hakiki. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إن اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا ، أدرك ذلك لا
محالةَ ، فزنا العينِ النظرُ ، وزنا اللسانِ المنطقُ ، والنفسُ تتمنى
وتشتهي ، والفرجُ يصدقُ ذلك كلَّه أو يكذبُه
“sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam
memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin
dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah
ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan
berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al Bukhari 6243).
Ibnu Bathal menjelaskan: “zina mata, yaitu melihat yang tidak berhak
dilihat lebih dari pandangan pertama dalam rangka bernikmat-nikmat dan
dengan syahwat, demikian juga zina lisan adalah berlezat-lezat dalam
perkataan yang tidak halal untuk diucapkan, zina nafsu (zina hati)
adalah berkeinginan dan berangan-angan. Semua ini disebut zina karena
merupakan hal-hal yang mengantarkan pada zina dengan kemaluan” (Syarh Shahih Al Bukhari, 9/23).
2. Bersentuhan dengan lawan jenis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh itu
lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya
(bukan mahramnya)” (HR. Ar Ruyani dalam Musnad-nya, 2/227,dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1/447).
Hadits ini jelas melarang menyentuh wanita yang bukan mahram secara mutlak, baik dengan syahwat maupun tanpa syahwat.
Imam Nawawi berkata: “Ash-hab kami (para ulama syafi’iyyah)
berkata bahwa setiap yang diharamkan untuk dipandang maka haram
menyentuhnya. Dan terkadang dibolehkan melihat (wanita ajnabiyah) namun
haram menyentuhnya. Karena boleh memandang wanita ajnabiyah dalam
berjual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun
semisal dengannya. Namun tetap tidak boleh untuk menyentuh mereka dalam
keadaan-keadaan tersebut” (Al Majmu’: 4/635).
Maka kegiatan bergandengan tangan, merangkul, membelai, wanita yang
bukan mahram adalah haram hukumnya. Kegiatan-kegiatan ini pada umumnya
dilakukan oleh orang yang berpacaran.
3. Berpandangan-pandangan dengan lawan jenis
Lelaki mukmin dan wanita mukminah diperintahkan oleh Allah untuk
saling menundukkan pandangan, maka jika sengaja saling memandang malah menyelisihi 180 derajat perintah Allah tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ
بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nur: 30-31).
Lelaki muslim dilarang memandang wanita yang tidak halal baginya
dengan sengaja, baik dengan atau tanpa syahwat. Jika dengan syahwat atau
untuk bernikmat-nikmat maka lebih terlarang lagi. Adapun jika tidak
sengaja maka tidak masalah. Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu‘anhu berkata,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى
.
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku” (HR. Muslim no. 2159).
Beliau juga bersabda dalam hadits yang telah lalu:
فزنا العينِ النظرُ
“zina mata adalah memandang”
Adapun wanita muslimah, dilarang memandang lelaki dengan syahwat dan
boleh memandang lelaki jika tanpa syahwat. Karena terdapat hadits dalam Shahihain:
أن عائشة رضي الله عنها كانت تنظر إلى الحبشة وهم يلعبون ، وكان النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يسترها عنهم
“Aisyah Radhiallahu’anha pernah melihat orang-orang Habasyah
bermain di masjid dan Nabi Shalallahu’alahi Wasallam membentangkan
sutrah agar mereka tidak melihat ‘Aisyah“. (Muttafaqun ‘alaih)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan, “mengenai wanita yang memandang
lelaki tanpa syahwat dan tanpa bernikmat-nikmat, sebatas apa yang di
atas pusar dan di bawah paha, ini tidak mengapa. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
mengizinkan ‘Aisyah melihat orang-orang Habasyah. Karena para wanita
itu juga selalu pergi ke pasar yang di dalamnya ada lelaki dan wanita.
Mereka juga shalat di masjid bersama para lelaki sehingga bisa melihat
para lelaki. Semua ini hukumnya boleh. Kecuali mengkhususkan diri dalam
memandang sehingga terkadang menimbulkan fitnah atau syahwat atau
berlezat-lezat, yang demikian barulah terlarang” (Fatawa Nurun ‘alad Darb, http://www.binbaz.org.sa/mat/11044).
Namun yang lebih utama adalah berusaha menundukkan pandangan
sebagaimana diperintahkan dalam ayat. Nah, padahal dalam pacaran, hampir
tidak mungkin tidak ada syahwat diantara kedua pasangan. Dan ketika
saling memandang, hampir tidak mungkin mereka saling memandang tanpa ada
syahwat. Andaipun tanpa syahwat, dan ini kecil kemungkinannya, maka
tetap haram bagi si lelaki dan tidak utama bagi si wanita.
4. Khulwah
Khulwah maksudnya berdua-duaan antara wanita dan lelaki yang bukan mahram. Para ulama mengatakan, “yang dimaksud dengan khulwah
yang terlarang adalah jika wanita berduaan dengan lelaki di suatu
tempat yang aman dari hadirnya orang ketiga” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah
Al Kuwaitiyyah).
Khulwah haram hukumnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
“Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).
Imam An Nawawi berkata: “adapun jika lelaki ajnabi dan wanita
ajnabiyah berduaan tanpa ada orang yang ketiga bersama mereka, hukumnya
haram menurut ijma ulama. Demikian juga jika ada bersama mereka orang
yang mereka berdua tidak malu kepadanya, semisal anak-anak kecil seumur
dua atau tiga tahun, atau semisal mereka, maka adanya mereka sama dengan
tidak adanya. Demikian juga jika para lelaki ajnabi berkumpul dengan
para wanita ajnabiyyah di suatu tempat, maka hukumnya juga haram” (Syarh Shahih Muslim, 9/109).
Berduaan adalah hal yang hampir tidak bisa lepas dari yang namanya
pacaran, bahkan terkadang orang yang berpacaran sengaja mencari tempat
yang sepi dan tertutup dari pandangan orang lain. Ini jelas merupakan
keharaman. Wallahul musta’an.
5. Wanita melembutkan suara
Wanita muslimah dilarang melembutkan dan merendahkan suaranya di
depan lelaki yang bukan mahram, yang berpotensi menimbulkan sesuatu yang
tidak baik di hati lelaki tersebut, berupa rasa kasmaran atau pun
syahwat. Allah Ta’ala berfirman:
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“maka janganlah kamu menundukkan suara dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah
perkataan yang baik” (QS. Al Ahzab: 32)
Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini: “’janganlah kamu menundukkan suara‘,
As Suddi dan para ulama yang lain menyatakan, maksudnya adalah
melembut-lembutkan perkataan ketika berbicara dengan lelaki. Oleh karena
itu Allah berfirman ‘sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya‘ maksudnya hatinya menjadi rusak” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409). Dan bisa jadi hal ini juga termasuk zina dengan lisan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits.
Termasuk juga dalam ayat ini, cara berbicara yang terdengar
menggemaskan, atau dengan intonasi tertentu, atau desahan atau
hiasan-hiasan pembicaraan lain yang berpotensi membuat lelaki yang
mendengarkan tergoda, timbul rasa suka, kasmaran atau timbul syahwat.
Dan tidak bisa dipungkiri bahwa ini terjadi dalam pacaran.
6. Wanita safar tanpa mahram
Sebagaimana dilarang berduaan antara lelaki dengan wanita yang bukan
mahram, juga diharamkan seorang wanita bersafar (bepergian jauh) dengan
lelaki yang bukan mahram tanpa ditemani mahramnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا تُسافِرُ المرأةُ ثلاثةَ أيامٍ إلا مع ذِي مَحْرَمٍ
“seorang wanita tidak boleh bersafar tiga hari kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari 1086, Muslim 1338)
Beliau juga bersabda:
لا يخلوَنَّ رجلٌ بامرأةٍ إلا ومعها ذو محرمٍ . ولا تسافرُ المرأةُ إلا مع ذي محرمٍ
“Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali
dengan ditemani mahramnya, dan tidak boleh seorang wanita bersafar
kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).
Dan hal ini seringkali terjadi pada orang-orang yang berpacaran, mereka bersafar berduaan saja tanpa ditemani mahramnya.
7. Penyakit Al ‘Isyq
Dari semua hal yang di atas yang tidak kalah berbahaya dan bersifat
destruktif dari pacaran adalah penyakit al isyq. Makna al isyq dalam Al Qamus Al Muhith:
عُجْبُ المُحِبِّ بمَحْبوبِه، أو إفْراطُ الحُبِّ، ويكونُ
في عَفافٍ وفي دَعارةٍ، أو عَمَى الحِسِّ عن إدْراكِ عُيوبِهِ، أو مَرَضٌ
وسْواسِيٌّ يَجْلُبُه إلى نَفْسِه بتَسْليطِ فِكْرِهِ على اسْتِحْسانِ بعضِ
الصُّوَر
“kekaguman seorang pecinta pada orang yang dicintainya, atau terlalu
berlebihan dalam mencinta, terkadang (kekaguman itu) pada kehormatan
atau pada kemolekan, atau menjadi buta terhadap aib-aibnya, atau
timbulnya kegelisahan yang timbul dalam jiwanya yang memenuhi pikirannya
dengan gambaran-gambaran indah (tentang yang dicintainya)”.
Singkat kata, al ‘isqy adalah mabuk asmara; kasmaran; kesengsem
(dalam bahasa Jawa). Al Isyq adalah penyakit, bahkan penyakit yang
berbahaya. Ibnul Qayyim mengatakan: “ini (al isyq) adalah salah satu
penyakit hati, penyakit ini berbeda dengan penyakit pada umumnya dari
segi dzat, sebab dan obatnya. Jika penyakit ini sudah menjangkiti dan
masuk di hati, sulit mencari obatnya dari para tabib dan sakitnya terasa
berat bagi orang yang terjangkiti” (At Thibbun Nabawi, 199).
Orang yang terjangkit al ‘isyq juga biasanya senantiasa membayangkan dan
mengidam-idamkan pujaannya, padahal ini merupakan zina hati sebagaimana
disebutka dalam hadits.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa betapa al isyq banyak menjerumuskan
pria shalih menjadi pria bejat, wanita shalihah menjadi wanita bobrok.
Betapa virus cinta ini membuat orang berani menerjang hal-hal yang
diharamkan, berani melakukan hal-hal yang tabu dan malu untuk dilakukan,
sampai-sampai ada pepatah “cinta itu buta”, buta hingga aturan agama pun tidak dilihatnya, juga pepatah “karena cinta, kotoran ayam rasanya coklat” sehingga yang buruk, yang memalukan yang membinasakan pun terasa indah bagi orang yang terjangkit al isyq.
Dari al isyq ini akan timbul perbuatan-perbuatan buruk lain
yang bahkan bisa lebih parah dari poin-poin yang disebutkan di atas.
Bukankah kita ingat kisah Nabi Yusuf yang ketampanannya membuat Zulaikha
kasmaran? Ia tidak menahan padangan dan dalam hatinya tumbuh penyakit al isyq. Apa akibatnya? Ia mengajak Yusuf berzina.
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلا أَنْ رَأى
بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ
إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan
zina) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukannya pula) dengan
wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya.
Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan
kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” (QS. Yusuf: 24).
Seorang yang kasmaran, akan selalu teringat si ‘dia’. Bahkan ketika
beribadah pun ingat si ‘dia’, melakukan kebaikan pun demi si ‘dia’.
Allah diduakan. Ibadah bukan karena Allah, dakwah pun tidak ikhlas, ikut
taklim karena ada si ‘dia’, sibuk mengurus dakwah karena bertemu si
‘dia’. Tidak jarang gara-gara penyakit al isyq, seseorang datang ke dukun lalu berbuat kesyirikan, tidak jarang pula yang saling membunuh, atau bunuh diri. Wallahul musta’an.
Oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mewanti-wanti kita terhadap hal ini, beliau bersabda:
ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ
“Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita” (HR. Al Bukhari 5096, Muslim 2740)
Beliau juga bersabda:
إن الدنيا حلوةٌ خضرةٌ . وإن اللهَ مستخلفُكم فيها .
فينظرُ كيف تعملون . فاتقوا الدنيا واتقوا النساءَ . فإن أولَ فتنةِ بني
إسرائيلَ كانت في النساءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan Allah telah
mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Sehingga Allah melihat apa yang
kalian perbuatan (disana). Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah
(cobaan) dunia dan takutlah kalian terhadap fitnah (cobaan) wanita.
Karena sesungguhnya fitnah (cobaan) pertama pada Bani Isra’il adalah
cobaan wanita” (HR Muslim 2742)
Model-Model Pacaran Islami
1. Sebagaimana pacaran biasa, selama tidak zina
Sebagian pemuda-pemudi yang minim ilmu agama, menyangka bahwa hanya
zina yang terlarang dalam etika berhubungan antara lelaki dan wanita.
Sehingga mereka menganggap pacaran dengan model seperti pacaran biasa,
sering berkencan, berduaan, intens berkomunikasi, berangkulan,
bergandengan tangan, safar bersama, dan lainnya selama tidak sampai zina
itu sudah Islami. Tentu saja ini anggapan yang keliru dan pacaran model
ini terlarang karena mengandung hal-hal yang dilarang pada poin 2 – 7.
2. Sebagaimana pacaran biasa, tapi berkomitmen untuk tidak saling bersentuhan
Model pacaran seperti banyak berkembang diantara pemuda-pemudi muslim
yang awam agama namun sudah sedikit memahami bahwa saling bersentuhan
antara yang bukan mahram itu haram. Namun mereka tetap sering jalan
bersama, sering berkencan, berduaan, safar bersama, dan komunikasi
dengan sangat intens. Memang terkadang sang wanita suka mengingatkan
sang lelaki untuk menunaikan shalat bahkan terkadang mereka berkencan di
masjid. Mereka menganggap ini sudah Islami. Tentu yang seperti ini pun
terlarang karena karena mengandung hal-hal yang dilarang pada poin 3 –
7.
3. Pacaran tanpa suka berduaan, tapi ditemani teman
Model pacaran jenis ini mirip dengan model nomor 2 hanya saja
biasanya ketika berkencan mereka berdua ditemani temannya yang lain,
yang bukan mahram juga. Mereka juga menjaga diri untuk tidak
bersentuhan. Sayangnya pacaran model ini banyak ditemukan di beberapa
pondok pesantren juga banyak ‘dipromosikan’ oleh film-film dan sinetron
religi di bisokop dan televisi. Sampai-sampai kadang digambarkan ada
ustadz lulusan timur tengah yang berilmu, kesengsem dengan murid wanitanya di majelis taklim, mereka saling berpandangan tersipu lalu berlanjut ke model pacaran yang seperti ini. Wallahul musta’an.
Orang yang berpacaran model ini pun tidak ubahnya dengan orang
pacaran pada umumnya, mereka sering bertemu, mereka saling berpandangan,
saling merayu, memberi perhatian, sang wanita melembutkan suara, Mereka
menyangka asalkan tidak khulwah maka tidak mengapa. Padahal jika yang
menemani adalah lelaki, maka haram sebagaimana yang dijelaskan An
Nawawi. Jika yang menemani adalah wanita muslimah lain, maka tetap saja
pacaran ini terlarang karena mengandung hal-hal pada poin 3, 5, 7 dan
terkadang 6.
4. Tidak suka berduaan, namun intens berkomunikasi
Model pacaran seperti ini banyak terjadi di kalangan pemuda aktifis
dakwah. Para ikhwah aktifis dakwah sejatinya dididik untuk membatasi
diri dari para akhawatnya. Misalnya mereka menundukkan pandangan jika
bertemu atau dibatasi hijab ketika rapat. Namun seringnya bertemu dan
berinteraksi dalam aktifitas dakwah mereka memunculkan rasa-rasa yang
tidak sehat. Pepatah jawa mengatakan ‘witing tresno jalaran soko kulino‘, timbulnya cinta karena sering (terbiasa) berinteraksi.
Tentu mereka tidak suka berkencan atau bahkan berduaan. Namun virus
merah jambu senantiasa menjangkiti lewat komunikasi yang begitu intens.
Terkadang itu terselip lewat untaian nasehat, mengingatkan ibadah,
memberi semangat, bertanya kabar, bertanya agenda dakwah, baik via SMS,
via telepon, surat, email, facebook atau lainnya. Ini adalah pacaran
terselubung. Jangan kira bahwa ini sah-sah saja, sang akhwat jika sudah
terjangkiti virus ini biasanya akan melembutkan suaranya kepada sang
ikhwan. Baik secara lisan, maupun via bahasa-bahasa tulisannya yang
‘renyah’. Dan yang paling penting, dari pacaran model ini tetap muncul
penyakit al isyq yang sangat berbahaya serta juga zina lisan dan hati.
5. Saling berjanji untuk menikah
Pacaran model ini mungkin berbeda dengan model-model sebelumnya.
Namun juga banyak terjadi pada aktifis dakwah dan para pemuda-pemudi
yang sebenarnya punya semangat dalam beragama. Dua sejoli yang
melakukannya bisa jadi tidak bertemu, tidak suka berduaan, bahkan
mungkin mereka membatasi komunikasi. Namun si ikhwan menjanjikan bahwa
ia akan menikahi sang akhwat pada suatu masa, mungkin tahun depan, 5
tahun lagi, setelah lulus, setelah bekerja, atau lainnya. Walaupun
andaikan tidak ada aktifitas fisik diantara mereka, minimal penyakit al isyq menjangkiti ditambah zina hati. Maka ini pun jenis pacaran yang terselubung dan hendaknya ditinggalkan.
Solusi Pacaran Islami
Jika ada pacaran yang Islami, maka itu hanya bisa terjadi setelah menikah.
Karena menikah adalah solusi terbaik bagi orang yang hatinya bergejolak
haus akan cinta, juga solusi bagi dua orang yang sudah terlanjur
terjangkit penyakit al isqy. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ
الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ
لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ
وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka
menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga
kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa
itu obat pengekang nafsunya”
Bagi yang sudah terlanjur pacaran, segeralah bertaubat, dan segeralah
menikah. Dan kami tidak mengatakan bahwa hendaknya segera menikahi
dengan sang pacar. Karena memilih pasangan yang benar adalah yang dapat
mengantarkan anda kepada ridha Allah, belum tentu syarat itu dimiliki
pacar anda yang sekarang. Carilah pasangan yang shalih dan shalihah.
Jika belum mampu menikah maka segeralah bertaubat dan putuskan hubungan
pacaran serta perbanyaklah berpuasa.
Syaikh Khalid bin Bulihid hafizhahullah menasehatkan pemuda yang terjangkiti penyakit isyq dengan beberapa hal:
- Menjaga shalat dengan khusyu dan penuh tadabbur, serta memperbanyak shalat sunnah
- Memperbanyak doa kepada Allah:
yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbii ‘alaa diinik, yaa mushorrifal quluub, shorrif qalbii ilaa thoo’atik wa thoo’ati rosuulik
(wahai Dzat yang membolak-balik hati, kokohkan hatiku untuk menjalani agama-Mu, wahai Dzat yang mencondongkan hati, condongkanlah hatiku untuk menaati-Mu dan Rasul-Mu)
karena ketika doa ini sudah dibiasakan dan anda merendahkan diri anda di hadapan Allah, maka Allah akan mencondongkan hati anda dalam keistiqomahan menjalankan agama-Nya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih” (QS. Yusuf: 24)
- Menjauhkan diri dari hal-hal yang mengingatkan anda pada sang pacar, baik itu tempat, surat, mendengarkan suaranya, atau hal-hal lain yang mengembalikan memori anda sehingga rasa itu timbul kembali. Menjauhkan diri dari itu semua adalah dengan mengacuhkan semua itu, dan semakin sedikit hal-hal yang diingat dari sang pacar maka semakin sedikit pengaruh al isyq di hati.
- Memperbanyak tilawah Al Qur’an dan berdzikir. Juga memperbanyak tadabbur dan tafakkur. Karena jika hati disibukkan untuk mencintai Allah dan mengingat Allah, ia akan teralihkan cinta kepada makhluk dan dari bergantungnya hati kepada makhluk.
- Lebih banyak memperhatikan keadaan dunia dan keadaan di akhirat kelak, dan apa-apa yang Allah persiapkan untuk orang yang bersabar. Yaitu para penduduk surga dan nikmat-nikmat yang mereka dapatkan. Dengan memikirkan hal ini seorang hamba akan zuhud terhadap dunia dan ia akan menyadari bahwa hal-hal duniawi itu akan hilang dan berlalu tidak sebagaimana perkara akhirat. Maka tidak layak kita menyandarkan jiwa dan menggantungkan hati kepada hal-hal duniawi yang akan sirna itu.
- Saya nasehatkan kepada anda untuk bersungguh-sungguh mencari istri
yang shalihah dalam beragama, cantik rupanya, bagus akhlaknya. Jika anda
menemukannya maka mintalah pertolongan kepada Allah untuk menikahinya.
Jangan sia-siakan masa muda anda, dan jangan bimbang untuk mengambil
sikap ini. Pernikahan akan menghiasi hari-hari anda, memenuhi rasa haus
anda akan kasih sayang dan melupakan masa lalu anda.
(sumber: http://www.saaid.net/Doat/binbulihed/f/072.htm)
Semoga bermanfaat. Wabillahi At Taufiq Wa Sadaad
—
Penulis: Yulian Purnama
Komentar
Posting Komentar