“Memang cuma kamu saja yang boleh berteriak, kalau aku yang berteriak
kamu bilang aku berisik,“ ucap bu Anto membalas amarah suaminya dengan
berteriak. Anak-anak pun lalu menutup telinga mereka. Pemandangan yang
biasa terjadi dimana suami dan istri dirumah itu berteriak membuat
anak-anaknya sampai berpikir, apakah ibu masih sayang pada ayah, apakah
ayah mencintai ibu? lalu mengapa mereka berdua tidak bisa rukun.
Terkadang dimata anak-anak, masalah antara ayah dan ibu dipandang
biasa-biasa saja. “Gak penting,“ menurut pikiran Anisa, anak sulung bu
Anto yang duduk di kelas 3 SMU. “Aku mau ujian tapi ibu marah-marah
melulu, kalau ayah marah, maka ibu juga balas marah, lalu kalau belum
selesai marahnya pada ayah, maka marahnya diteruskan kepada anak-anaknya
sehingga rumah
jadi berisik, gimana mau bisa belajar…” keluh Anisa
tentang suasana di rumahnya. Anisa pun lanjut menggerutu, adik-adikpun
membesarkan suara televisi menonton bola Indonesia lawan Qatar, ditambah
lagi suara ibu yang melengking, bentakan ayah yang menderu lalu kapan
berhentinya dan tenangnya rumah ini.
Anisa pun akhirnya tidak sabar lagi maka dia pun berteriak ”adiikkk…
kecilin dong tivinyaa.” Tidak lama kemudian teriakan Anisa dibalas
dengan teriakan sang adik ”goalllll!!!!” padahal tidak goal juga. Hal
ini membuat kakaknya Anisa marah, ibu juga marah dikarenakan ibu masih
kesal pada ayah, dan ayah sudah masuk kamar tidur, maka kakak dan ibu
serempak berteriak kuat dan keras, mengagetkan adik yang sedang asyik
melihat langkah-langkah kaki menerjang bola di layar kaca,
“Keciliiiiinnnn, tivinyaaa…!!!!!”kakak berteriak. “Matikan tv
nyaaaaaa!!!!!” ibu berteriak kuat-kuat. Lalu adik dengan panik mematikan
televisi dengan kesal dan marah, sambil masuk kamar dengan membanting
pintu. Mendengar keributan itu, sang ayah keluar untuk melihat apa yang
terajdi, “duhhh.. ributnya rumah ini,” ucap ayah. “Bisa gak kalian semua
diam, ayah lelah, capek, baru pulang kerja..” bentak ayah keras-keras.
Subhanallah, semua masalah yang ada selalu diselesaikan semuanya
dengan teriakan. Bila hal itu terjadi setiap malam, walaupun kalau siang
agak reda dikarenakan rumah sepi tidak ada orang, anak-anak sibuk di
sekolah, ayah di kantor dan ibu hanya sendiri di rumah, maka rumah
seperti akan di didik dan terdidik dengan suara keras dan bentakan.
Padahal Al Quran menyuruh kita untuk merendahkan suara sesuai dengan
Surat Lukman yang berbunyi;
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS: Luqman: 19)
Apakah kita harus menyelesaikan masalah dengan bentakan dan teriakan?
Apakah rasa kesal harus diungkapkan dengan bentakan dan teriakan?
Apakah kita ingin membangun dan membina rumah tangga dengan bentakan?
Mari ayah dan ibu, kita mulai dari diri kita sendiri untuk
mengecilkan suara. Anggota keluarga kita kan bukan orang yang tuli,
semua pendengarannya bagus, selain itu rumah kita pun kecil areanya,
jadi mulailah dengan ayah dan ibu untuk mengecilkan suara, niscaya
anak-anak akan lebih tenang dan desakan untuk berteriak akan berkurang.
Janganlah kita menciptakan aura berteriak di dalam keluarga. Marilah
kita coba bersikap tenang dan bersuara pelan, insya Allah akan terbangun
rumahtangga yang lebih tenang dan sakinah.
Komentar
Posting Komentar